Friday, August 29, 2008

Riwayat Gamelan dan Gendhing

riwayat gamelan

tahun jaywaha, suryasangkala katingal pangrasaning janma (162)
masa palguna, candrasangkala swara karengeng jagad (167),
sri paduka maharaja dewabuda membuat gamelan 'lokananta'
berwujud wilahan terbuat dari gangsa,
yang di masa kini disebut demung

suryasengkala bagahaning swara angrenggani swarga (269), tahun tarha
candrasengkala swara matenggeng karna (287), masa kartika,
hyang endra membuat alat bunyi-bunyian yang dinamai 'surendra'
berwujud gending (kini disebut 'rebab'), kala (kendang), sangka (gong),
pamatut (kethuk), dan sauran (kenong)

suryasengkala karengeng karna tri (326) tahun wakdaniya
candrasengkala karenggeng gunakaton muluk (336), masa palguna
hyang endra mengutus batara citrasena ke negeri purwacarita
membawa gamelan 'surendra' untuk diberikan pada maharaja kano
bahwa semua bunyi-bunyian tersebut boleh dipakai oleh manusia di dunia

sri maharaja kano menambahkan dengan salundi (kempul) dan garantang (gambang)
dan menyebarkannya ke masyarakat untuk ditiru dan dikembangkan
dengan berjalannya waktu, surendra menjadi lebih dikenal sebagai surendro atau salendro

tahun pramadi, suryasangkala kaswareng karnaguna maletik (327)
masa wisaka, candrasengkala gora tri katon tawang (337)
srimaharaja kano menciptakan dan menyebarluaskan lagu-lagu dari tembang ageng
inilah asal muasal gending

tahun wikrama, suryasengkala naga kacaksuh ing rana (328)
masa manggakala, candrasengkala madyaning rana tri (338)
berdasarkan alat bunyi-bunyian dari negeri ajam, yahudi, dan hindu
srimaharaja kano menciptakan bunyi-bunyian tanda perang: mardangga,
yang terdiri dari :
kalakendang, sangka gong, egong, gubar (bende yang tidak ber-pencu),
bahiri (beri yang memakai sanding keliling), puksur (rebana yang dipukul dengan kayu),
gurnang (kenong digantung), tong-tong (kendang dari gangsa, alat pemukul dari kayu),
grit (rebana yang dipukul dengan kayu), tetek, bedug,
maguru gangsa (kemodong yang digantung)
lama kelamaan nama 'mardangga' berubah menjadi 'pradangga'

tahun pilapawa, suryasangkala trusta bojaning marga (529)
masa wisaka, candrasengkala tataning pakarti wisaya sirna (545)
dewi sugandi, putri prabu basukesti raja negeri wirata, melahirkan dewi basuwati
raja mengundang para brahmana, tapa, resi, dan sewasogata
untuk memuji syukur agar sang bayi senantiasa sehat tak kurang suatu apa
para rohaniwan ada yang membawa bunyi-bunyian rebana atau terbang angklung,
genta, kekeleng, bende, dan kentongan
bunyi-bunyian tersebut mengiringi nyanyian permohonan pada dewata
sepulang para rohaniwan raja memerintahkan membuat tiruan alat-alat tersebut
yang berbentuk rebana dan berbagai angklung
ditujukan agar bisa dimainkan seperti surendra

tahun kalayuda, suryasangkala guna makarti tata (543)
masa srawana, candrasengkala trusta marganing gati ((559)
prabu basukesti raja negeri wirata membuat tiruan dari gangsa lokananta
berwujud demung dan gender
yang kemudian juga disebarkan ke masyarakat luas
dan dikenal sebagai gangsa surendra

tahun sadaruna, suryasangkala anrus lenging naga (899)
masa . . . . , candrasangkala karenga ing karna nrus wiyat (926)
resi kano dari negeri ngadirejo, cilacap, berniat melawan prabu ajipamasa di kediri
prabu narada, raja ngadirejo segera mengutus waktra dan barlu mengawasi resi kano
waktra dan baru menyamar sebagai pemain jantur
membawa seruling buatan sendiri dari bambu wratsari dan empat ekor burung merak
bunyi seruling dibuat bernada-dasar menirukan suara-suara burung merak
sepulang ke ngadirejo seruling menjadi kelengkapan gangsa surendra
ditambah dengan bunyi dasar yang cocok dengan suara dasar gangsa salendro
timbullah laras 'manyura' untuk pengingat suara burung merak : 'nya-ngung-ngong'

tahun tadu, suryasangkala (1107) karengeng maletik atmajaji
candrasengkala karsa tri nunggal janma, 1136
prabu lembu amiluhur berputra raden panji ino kartapati
yang juga dikenal sebagai raden panji kasatrian, ahli segala ilmu pengetahuan
yang menambahkan alat berwujud bonang dan saron
serta menambah dasar-dasar nada atau laras

saudara-saudara beliau ikut membantu dalam mencipta alat
raden kartala mengayunkan palu besar raden andaga palu sedang
penyelesaiannya pun dikerjakan se-kadang sendiri
selesai gamelan tersebut, diciptakan seperangkat 'laras miring' atau disebut 'pelog'
jumlah dan jenis alat bunyian sama dengan gamelan surendro
akhirnya gamelan surendro disebut salendro dan pelog

pada masa pemerintahan prabu mundingsari dari kerajaan pajajaran
dibuat dua macam gamelan lagi seperti ayahnya dari jenggala
'sorogan untuk laras pelog' untuk mardangga yang disebut 'laras barang'
meniru laras bunyi-bunyian cina atau siyam

kini ada bermacam-macam kenong dan wilahan
dari demung lokananta yang konon hanya berjumlah delapan
gender duabelas dan gambang juga duabelas

Begitulah tertulis di buku yang saya baca
Serat Babad Ila-ila, terbitan 1928, sayang tanpa data penerbit
karena sampul bukunya sudah terkoyak dimakan usia
salam wayang,
harmiel m soekardjo
pertama kali diterbitkan pada tahun 1997 
di www.geocities.com/Athens/Delphi/7409/
(lokasi itu dilikuidasi per tanggal 28 oktober 2009)

No comments: