Tuesday, November 17, 2009

sabda tama

SABDA TAMA

Gambuh

1
Rasaning tyas kayungyun
Angayomi lukitaning kalbu
Gambir wana kalawan hening ing ati
Kabekta kudu pitutur
Sumingkiring reh tyas mirong

tumbuh hasrat sangat kuat
menjaga kemuliaan kalbu
pedih terasa di keheningan hati
ada yang terasa harus diungkap
agar tersingkir segala niatan buruk


2
Den samya amituhu
Ing sajroning Jaman Kala Bendu
Yogya samya nyenyuda hardaning ati
Kang anuntun mring pakewuh
Uwohing panggawe awon

ketahuilah wahai semua
di dalam jaman Kala Bendu
sebaiknya kurangilah gejolak nafsu
yang menuju ke kesulitan
buah dari tindakan buruk


3
Ngajapa tyas rahayu
Nyayomana sasameng tumuwuh
Wahanane ngendhakke angkara klindhih
Ngendhangken pakarti dudu
Dinulu luwar tibeng doh

niatkanlah menuju keselamatan
lindungilah sesama
sebagai sarana menundukkan angkara,
jauhi perilaku menyimpang
kibaskan (agar) lepas terlempar jauh


4
Beda kang ngaji mumpung
Nir waspada rubedane tutut
Kakinthilan manggon anggung atut wuri
Tyas riwut ruwet dahuru
Korup sinerung agoroh

janganlah bersifat aji mumpung
kelengahan akan berbuah bencana
yang akan senantiasa diikuti
oleh hati yang senantiasa rusuh
karena terbiasa berdusta


5
Ilang budayanipun
Tanpa bayu weyane ngalumpuk
Sakciptane wardaya ambebayani
Ubayane nora payu
Kari ketaman pakewuh (o)

hilang semua akal kemampuan
tanpa daya tertimbun kecerobohan
segala usaha hanya berbuah bencana
segala ucapan tiada dipercaya
tinggal menunggu tibanya kesulitan


6
Rong asta wus katekuk
Kari ura-ura kang pakantuk
Dandanggula lagu palaran sayekti
Ngleluri para leluhur
Abot ing sih swami karo

kedua lengan terlipat sudah
tinggallah berdendang yang dilakukan.
dandanggula tembang mat-matan
peninggalan para leluhur
mencinta pada dua pranata


7
Galap gangsuling tembung
Ki Pujangga panggupitanipun
Rangu-rangu pamanguning reh harjanti
Tinanggap prana tumambuh
Katenta nawung prihatos

sengit dan tajamnya ucapan
dalam gubahan Ki Pujangga
ragu menggunakan kata-2 manis
mengingat kekecewaan hatinya
memang ia sedang prihatin


8
Wartane para jamhur
Pamawasing wasita datan wus
Wahanane apan owah angowahi
Yeku sansaya pakewuh
Ewuh aya kang linakon

menurut para cendekia
yang senantiasa mengamati
berbagai petunjuk perubahan jaman
jaman akan semakin sulit
jaman serba-sulit akan segera dialami


9
Sidining Kala Bendu
Saya ndadra hardaning tyas limut
Nora kena sinirep limpating budi
Lamun durung mangsanipun
Malah sumuke angradon

puncak jaman Kalabendu
nafsu angkara semakin merajalela
tanpa bisa diredakan oleh akal pikiran
bila belum tiba masanya
malah bisa membuatnya semakin menggila


10
Tatanane tumruntun
panuntuning tyas angkara antuk
kaladesa wenganing karsa kaeksi
limut kalimput angawut
mawut sanggyaning dumados

aturan demi aturan bermunculan
yang membuka jalan bagi nafsu angkara
menampakkan diri secara nyata terbuka
kekeliruan semakin merusak menjadi-jadi
buyarlah semua keyakinan manusia


11
Ing antara sapangu
Pangungaking kahanan wus mirud
Morat-marit panguripaning sesami
Sirna katentremanipun
Wong udrasa sak anggon-anggon

tak lama kemudian
keadaan akan benar-benar tak terkendali
penghidupan semakin morat-marit,
hilanglah ketenteraman
di mana-mana hanya ada orang mengeluh


12
Kemat isarat lebur
Bubar tanpa daya kabarubuh
Paribasan tidhem tandhaning dumadi
Begjane ula dahulu
Cangkem silite angaplok

hancurlah segala hikmat dan tatanan
bubar runtuh tanpa daya
bagai hilang semua tanda kehidupan
yang beruntung hanyalah ular berkepala dua
mulut dan (maaf) anus bisa memangsa


13
Dhungkari gunung-gunung
Kang geneng-geneng padha jinugrug
Parandene tan ana kang nanggulangi
Wedi kalamun sinembur
Upase lir wedang umob

semua gunung digempur
semua yang membukit diratakan
namun tak ada yang bisa mengatasi,
sebab takut disembur bisa
yang racunnya bagai air mendidih


14
Kalonganing kaluwung
Prabanira kuning abang biru
Sumurupa iku mung soroting warih
Wewarahe para Rasul
Dudu jatining Hyang Manon

lengkungan pelangi
berwarna kuning merah dan biru
sebenarnya hanyalah bias cahaya butiran air
ajaran para rasul
bukanlah Tuhan yang sejati


15
Supaya pada emut
Amawasa benjang jroning tahun
Windu kuning kono ana wewe putih
Gegamane tebu wulung
Arsa angrebaseng wedhon

ingat-ingatlah senantiasa
kelak di dalam tahun windu kuning
akan muncul wewe (hantu perempuan) putih
bersenjatakan tebu wulung (ungu kehitaman)
akan menyerang wedhon (hantu pocong)


16
Rasa wes karasuk
Kesuk lawan kala mangsanipun
Kawises kawasanira Hyang Widhi
Cahyaning wahyu tumelung
Tulus tan kena tinegor

terasa sudah merasuk
didesak tibanya masa
oleh kuasa Yang Maha Kuasa
cahaya wahyu telah diturunkan
meluncur mulus tak terhindarkan


17
Karkating tyas katuju
Jibar-jibur adus banyu wayu
Yuwanane turun-temurun tan enting
Liyan praja samya sayuk
Keringan saenggon-enggon

tercapailah kehendak harkat hati
bagai mandi bersiram air wayu
(= air yang sudah diinapkan semalam)
kesejahteraan berlangsung turun temurun tanpa habis
saling rukun dengan negeri manca
dihormati di mana-mana


18
Tatune kabeh tuntum
Lelarane waluya sadarum
Tyas prihatin ginantun suka mrepeki
Wong ngantuk anemu kethuk
Isine dinar sabokor

semua luka-derita terpulihkan sudah
segala penyakit tersembuhkan
keprihatinan berganti dengan keceriaan
orang mengantuk menemukan kethuk (gong kecil)
berisi uang dinar sebokor


19
Amung padha tinumpuk
Nora ana rusuh colong jupuk
Raja kaya cinancangan angeng njawi
Tan ana nganggo tinunggu
Parandene tan cinolong

semua hanya ditumpuk
tidak ada kecurangan maupun pencurian
harta benda hanya diikat di luar rumah
tanpa harus dijagai
namun tidak ada yang dicuri


20
Diraning durta katut
Anglakoni ing panggawe runtut
Tyase katrem kayoman hayuning budi
Budyarja marjayeng limut
Amawas pangesthi awon

raja kaum angkara pun terbawa
ikut berperilaku lurus
hatinya terbawa oleh keluhuran budi.
budi luhur yang bisa menguasai nafsu
serta bisa mengendalikan niatan buruk


21
Ninggal pakarti dudu
Kadarpaning parentah ginugu
Mring pakaryan saregep temen nastiti
Ngisor dhuwur tyase jumbuh
Tan ana wahon winahon

mereka meninggalkan perilaku menyimpang
taat mengikuti segala peraturan
rajin dan tekun dalam bekerja
atasan-bawahan saling sehati
tanpa ada saling mencela


22
Ngratani sapraja agung
Keh sarjana sujana ing kewuh
Nora kewran mring caraka agal alit
Pulih duk jaman rumuhun
Tyase teteg teguh tanggon

merata di seluruh negeri
banyak cendekiawan berpengetahuan
yang tak gentar bersurat dan bertutur
pulih kembali bagai di jaman dahulu
semua berhati teguh dan tangguh


pernah di-rilis pada tanggal 12 juni 2008 di
http://mx1.itb.ac.id/mailman/private/itb75/20080612/001742.html
dan di
http://groups.yahoo.com/group/itb75-res/message/24103

Sunday, November 1, 2009

gambang suling

gambang suling kepenak unine,
thulat-thulit kumandang swarane
unine mung nrenyuhake
bareng lan kentrung ketipung suling
sigrak kendhangane

Friday, August 29, 2008

Wejangan Sang Dewa Ruci

termangu sang bima di tepian samudera
dibelai kehangatan alun ombak setinggi betis
tak ada lagi tempat bertanya
sesirnanya sang naga nemburnawa

dewaruci, sang marbudyengrat, memandangnya iba dari kejauhan,
tahu belaka bahwa tirta pawitra memang tak pernah ada
dan mustahil akan pernah bisa ditemukan
oleh manusia mana pun.

menghampir sang dewa ruci sambil menyapa:
'apa yang kau cari, hai werkudara,
hanya ada bencana dan kesulitan yang ada di sini
di tempat sesunyi dan sekosong ini'

terkejut sang sena dan mencari ke kanan kiri
setelah melihat sang penanya ia bergumam:
'makhluk apa lagi ini, sendirian di tengah samudera sunyi
kecil mungil tapi berbunyi pongah dan jumawa?

serba sunyi di sini, lanjut sang marbudyengrat
mustahil akan ada sabda keluhuran di tempat seperti ini
sia-sialah usahamu mencarinya tanpa peduli segala bahaya

sang sena semakin termangu menduga-duga,
dan akhirnya sadar bahwa makhluk ini pastilah seorang dewa
ah, paduka tuan, gelap pekat rasa hatiku.
entahlah apa sebenarnya yang aku cari ini.
dan siapa sebenarnya diriku ini

ketahuilah anakku, akulah yang disebut dewaruci, atau sang marbudyengrat
yang tahu segalanya tentang dirimu
anakku yang keturunan hyang guru dari hyang brahma,
anak kunti, keturunan wisnu yang hanya beranak tiga, yudistira, dirimu, dan janaka.
yang bersaudara dua lagi nakula dan sadewa dari ibunda madrim si putri mandraka.
datangmu kemari atas perintah gurumu dahyang durna
untuk mencari tirta pawitra yang tak pernah ada di sini

bila demikian, pukulun, wejanglah aku seperlunya
agar tidak mengalami kegelapan seperti ini
terasa bagai keris tanpa sarungnya

sabarlah anakku,.memang berat cobaan hidup
ingatlah pesanku ini senantiasa
jangan berangkat sebelum tahu tujuanmu,
jangan menyuap sebelum mencicipnya.
tahu hanya berawal dari bertanya, bisa berpangkal dari meniru,
sesuatu terwujud hanya dari tindakan.

janganlah bagai orang gunung membeli emas,
mendapat besi kuning pun puas menduga mendapat emas
bila tanpa dasar, bakti membuta pun akan bisa menyesatkan

duh pukulun, tahulah sudah di mana salah hamba
bertindak tanpa tahu asal tujuan
sekarang hamba pasrah jiwaraga terserah paduka.

nah, bila benar ucapanmu, segera masuklah ke dalam diriku.
lanjut sang marbudyengrat

sang sena tertegun tak percaya mendengarnya
ah, mana mungkin hamba bisa melakukannya
paduka hanyalah anak bajang sedangkan tubuh hamba sebesar bukit

kelingking pun tak akan mungkin muat.

wahai werkudara si dungu anakku,
sebesar apa dirimu dibanding alam semesta?
seisi alam ini pun bisa masuk ke dalam diriku,
jangankan lagi dirimu yang hanya sejentik noktah di alam.

mendengar ucapan sang dewaruci sang bima merasa kecil seketika,
dan segera melompat masuk ke telinga kiri sang dewaruci
yang telah terangsur ke arahnya

heh, werkudara, katakanlah sejelas-jelasnya
segala yang kau saksikan di sana

hanya tampak samudera luas tak bertepi, ucap sang sena
alam awang-uwung tak berbatas hamba semakin bingung
tak tahu mana utara selatan atas bawah depan belakang

janganlah mudah cemas, ujar sang dewaruci
yakinilah bahwa di setiap kebimbangan
senantiasa akan ada pertolongan dewata

dalam seketika sang bima menemukan kiblat dan melihat surya
setelah hati kembali tenang tampaklah sang dewaruci di jagad walikan.

heh, sena! ceritakanlah dengan cermat segala yang kau saksikan!

awalnya terlihat cahaya terang memancar, kata sang sena
kemudian disusul cahaya hitam, merah, kuning, putih.
apakah gerangan semua itu?

ketahuilah werkudara, cahaya terang itu adalah pancamaya,
penerang hati, yang disebut mukasipat (mukasyafah),
penunjuk ke kesejatian, pembawa diri ke segala sifat lebih.
cahaya empat warna, itulah warna hati
hitam merah kuning adalah penghalang cipta yang kekal,
hitam melambangkan nafsu amarah, merah nafsu angkara, kuning nafsu memiliki.
hanya si putih-lah yang bisa membawamu
ke budi jatmika dan sanggup menerima sasmita alam,

namun selalu terhalangi oleh ketiga warna yang lain
hanya sendiri tanpa teman melawan tiga musuh abadi.
hanya bisa menang dengan bantuan sang suksma.
adalah nugraha bila si putih bisa kau menangkan
di saat itulah dirimu mampu menembus segala batas alam tanpa belajar.

duhai pukulun, sedikit tercerahkan hati hamba oleh wejanganmu
setelah lenyap empat cahaya, muncullah nyala delapan warna,
ada yang bagai ratna bercahaya, ada yang maya-maya, ada yang menyala berkobar.

itulah kesejatian yang tunggal, anakku terkasih
semuanya telah senantiasa ada dalam diri setiap mahluk ciptaan.
sering disebut jagad agung jagad cilik

dari sanalah asal kiblat dan empat warna hitam merah kuning putih
seusai kehidupan di alam ini semuanya akan berkumpul menjadi satu,
tanpa terbedakan lelaki perempuan tua muda besar kecil kaya miskin,
akan tampak bagai lebah muda kuning gading
amatilah lebih cermat, wahai werkudara anakku

semakin cerah rasa hati hamba.
kini tampak putaran berwarna gading, bercahaya memancar.
warna sejatikah yang hamba saksikan itu?

bukan, anakku yang dungu, bukan,
berusahalah segera mampu membedakannya
zat sejati yang kamu cari itu tak tak berbentuk tak terlihat,
tak bertempat-pasti namun bisa dirasa keberadaannya di sepenuh jagad ini.

sedang putaran berwarna gading itu adalah pramana
yang juga tinggal di dalam raga namun bagaikan tumbuhan simbar di pepohonan
ia tidak ikut merasakan lapar kenyang haus lelah ngantuk dan sebagainya.
dialah yang menikmati hidup sejati dihidupi oleh sukma sejati,
ialah yang merawat raga
tanpanya raga akan terpuruk menunjukkan kematian.

pukulun, jelaslah sudah tentang pramana dalam kehidupan hamba
lalu bagaimana wujudnya zat sejati itu?

itu tidaklah mudah dijelaskan, ujar sang dewa ruci, gampang-gampang susah
sebelum hal itu dijelaskan, kejar sang bima, hamba tak ingin keluar dari tempat ini
serba nikmat aman sejahtera dan bermanfaat terasa segalanya.

itu tak boleh terjadi, bila belum tiba saatnya, hai werkudara
mengenai zat sejati, engkau akan menemukannya sendiri
setelah memahami tentang penyebab gagalnya segala laku serta bisa bertahan dari segala goda,
di saat itulah sang suksma akan menghampirimu,
dan batinmu akan berada di dalam sang suksma sejati

janganlah perlakukan pengetahuan ini seperti asap dengan api,
bagai air dengan ombak, atau minyak dengan susu
perbuatlah, jangan hanya mempercakapkannya belaka
jalankanlah sepenuh hati setelah memahami segala makna wicara kita ini
jangan pernah punya sesembahan lain selain sang maha luhur
pakailah senantiasa keempat pengetahuan ini
pengetahuan kelima adalah pengetahuan antara,
yaitu mati di dalam hidup, hidup di dalam mati
hidup yang kekal, semuanya sudah berlalu
tak perlu lagi segala aji kawijayan, semuanya sudah termuat di sini.

maka habislah wejangan sang dewaruci,
sang guru merangkul sang bima dan membisikkan segala rahasia rasa
terang bercahaya seketika wajah sang sena menerima wahyu kebahagiaan
bagaikan kuntum bunga yang telah mekar.
menyebarkan keharuman dan keindahan memenuhi alam semesta

dan blassss . . . !
sudah keluarlah sang bima dari raga dewaruci sang marbudyengrat
kembali ke alam nyata di tepian samodera luas sunyi tanpa sang dewaruci

sang bima melompat ke daratan dan melangkah kembali
siap menyongsong dan menyusuri rimba belantara kehidupan

tancep kayon

salam,


harmiel m soekardjo
pertama kali diterbitkan pada tahun 1997  di www.geocities.com/Athens/Delphi/7409/ (lokasi itu dilikuidasi per tanggal 28 oktober 2009)

Dewa Ruci




dewaruci

atas permintaan kaum kurawa
durna memasang muslihat untuk melenyapkan bima
dengan menugasinya mencari tirta-prawita-adi
sebagai sarana pembuka pengetahuan sejati
yang bertempat di hutan tibrasara di gunung candramuka

setelah mengirim barisan-pendem untuk mencelakakan arya sena suyudana pulang ke permaisuri banowati dan putrinda leksmanawati
sementara sangkuni dan kurawa lengkap berangkat berkuda

pada saat yang sama di saptapratala,
batara anantaboga dan dewi suparti menerima sasmita dewata
bahwa bima menantu mereka akan menerima cobaan
sang dewi suparti segera silih warna sebagai naga
berangkat untuk membantu sang menantu
di perjalanan bersua para kurawa dan bertempur,
namun para kurawa segera menyimpang jalan
naga jelmaan segera melanjutkan langkah
dan bertapa di gua sigrangga
di sapta arga, resi abyasa sedang dihadap arjuna dan para punakawan
melaporkan bahwa arya sena hendak dicelakakan danghyang durna
abyasa menyuruhnya mencegah, namun bila berkeras,
doakanlah agar semua langkahnya membawa hasil sepadan

di tengah rimba dalam perjalanan pulang,
arjuna cs bertemu sepasang macan, sang kesara dan sang kesari,
macan ditewaskan badhar menjadi batara brahma dan dewi saraswati
brahma memberi wangsit bahwa bima akan memperoleh nugraha
brahma dan isteri kembali makahyangan

yudistira bima nakula sadewa dan kresna di amarta
kresna ikut menahan bima agar membatalkan niatnya
namun bima berkeras bahwa mencari tirta adi di gunung candramuka
adalah bukti baktinya pada bapa guru durna
serta demi mengejar pemahaman inti pengetahuan sejati
arjuna datang dan melaporkan semua yang diketahuinya
sena tetap tidak bisa ditahan dan pamit berangkat
di gunung candramuka sang sena bertindak membabibuta
segala bukit batu dan pohon besar dibongkar berantakan
namun apa yang dicari tetap tak bersua juga

rukmuka dan rukmakala, sepasang raksasa di gunung candramuka
murka melihat arya sena membongkar hutan semena-mena
pertarungan tak terelakkan dan kedua raksasa musnah
kembali ke wujud semula: hyang indra dan hyang bayu
yang memberikan ajian jalasengara dan senjata ekal druwendra
kemampuan memasuki air tanpa kesulitan (jalasengara)
kedua batara memberi wisikan pula
bahwa sebenarnya permintaan durna hanyalah tipu daya
namun semua usaha yang dilakukan secara bersungguh-sungguh
senantiasa akan berbuah sepadan
sang bima segera kembali ke astina
untuk menanyakan pada sang guru
sekembali di astina, durna memberitahu
bahwa tugas terdahulu hanyalah penguji tekad muridnya
tempat yang sebenarnya adalah di tengah samudra
bima segera kembali ke amarta untuk pamit kedua kalinya

di amarta kembali semua kadang menahan kepergian bima
namun sekali lagi bima tak bisa ditahan dan berangkat segera

sesampai di gua sigrangga bima disambar oleh naga suparti
bertempur sejenak naga kalah dan kembali ke wujud aslinya
kemudian membisikkan tentang muslihat durna
namun jangan menurunkan semangat bukti bakti sang menantu
agar tetap memperoleh nugraha atasnya
sang sena diminta segera meneruskan ke samudera
lalu lenyaplah sang dewi
dan byar, arya sena sudah berada di tepian samodera
dengan benak hanya terisi satu tujuan
menaati permintaan guru durna
sang bima mencebur ke tengah samudera
ombak menyaput sampai ke leher dan kepala
termangu sejenak sang bima membayangkan ancaman maut
namun teringat pada aji jalasengara pemberian dewata

seekor naga raksasa, sang nemburnawa, datang menghadang
pertarungan di air membuat seisi samudera bergolak
namun akhirnya sang naga tewas oleh kuku pancanaka
samudera kembali hening tenteram
sunyi

tak lama kemudian tampaklah seorang anak bajang di atas air
melambai pada bima agar menghampir
lalu mewejang dengan berbagai ilmu sejati
penguak segala rahasia alam semesta
usai mewejang musnahlah sang dewaruci
dan sang sena sudah kembali berada di alam nyata
kembali ke amarta
di tepi samodra menunggu arya sangkuni dan para kurawa
menduga sudah tewaslah sang tonggak pandawa
melihat munculnya sang bima para kurawa maju mengerubut
bima berhasil menghindar, hendak segera kembali ke amarta
para kurawa segera membuntuti mengejar

murung yang melela di amarta sirna seketika
oleh munculnya arya bima yang sehat tak kurang suatu apa
wajahnya tampak bersinar cemerlang oleh cahaya surgawi

kerusuhan di belakangnya oleh ulah para kurawa
segera berhasil dipadamkan oleh sang bima
kurawa bubar berantakan tanpa sisa

bima segera menyampaikan segala yang dialaminya
pada kresna dan kadang pandawa
semua berbahagia
keceriaan alam telah kembali mewarnai istana amarta
sang bima telah menemukan segala yang dikehendakinya
pengetahuan tentang hakekat hidup sejati

tancep kayon


harmiel m soekardjo

pertama kali diterbitkan pada tahun 1997 di www.geocities.com/Athens/Delphi/7409/(lokasi itu dilikuidasi per tanggal 28 oktober 2009)

Petruk Jadi Ratu

hening mencekam di istana hastina
wajah-wajah tegang dan hawa ketidak-puasan mengawang

rahang sang nata duryudana tampak mengatup keras
alir darah di wajah para adipati dan raja sekutu pun menderas
durna, sangkuni, baladewa, karna, jayadrata, dursasana semua tegang
begitu juga para seratus kurawa

sebuah negara kecil, sonyawibawa, muncul tiba-tiba di sudut negeri astina
warganya semakin meruah dan tapal batas semakin melela
sebuah negeri rakyat yang menyatakan diri berdaulat
berangsur melahap tanah hastina tanpa takut kualat

para nayaka astina sepakat sudah
bahwa sonyawibawa sungguh durhaka
negeri pembelot haruslah musnah
walau harus dibayar dengan segala daya dan nyawa
maka berangkatlah para senapati
menunaikan tugas menghapus aib negeri

di tapal batas terbelalak mata para nayaka dan punggawa
segala taman dan tugu telah berganti kebun jagung dan palawija
kuda tunggang dan peksi indah
bertukar ayam-bebek petelur dan kerbau pembajak sawah
keris beronce berganti dengan garu cangkul sabit
di mana-mana aroma pupuk kandang legit menggigit
candi pemujaan dan segala bangunan menawan
kini berubah fungsi menjadi kandang hewan piaraan

tak tampak lagi keagungan wilayah negeri astina
yang ada hanyalah keluguan sempurna
tak ada lagi warna-warni meriah
hanya ada hijaunya dedaunan diseling warna tanah

lugas, tatas, dan tuntas
lugu, lucu, bercampur dungu

menyerbulah dengan berani para punggawa astina
namun terhalang para senapati sonyawibawa
patih kanekaretna, detya kaladurga,
arya sigargagang, tumenggung ardawalika
yang muncul tanpa terduga

semua nayaka astina tertawan sudah
terikat kuat dihadapkan sang prabu
belgeduwelbeh tongtongsot upelgen
para tawanan tertunduk kelu lesu
menerima aturan sebagai pihak yang kalah

baladewa juru pengangsu jayadrata mantri sawah
karna juru pekatik sangkuni mantri olah-olah

sabda sang prabu belgeduwelbeh tongtongsot upelgen kemudian
weh, lha wong sudah pada bisa mangreh praja
pergilah kalian semua ngrembug negeri sana
aku mau aminum wedang jahe asantap ketan legi
para teledek segeralah bertayub menari
buatlah aku segera kembali tenang
dengan nonton kalian ngigel jaran goyang . . .

dan semburat berlompatanlah para nayaka dan tumenggung
undur pasowanan untuk kembali jengkeng rembugan ngariung
di pinggir sawah berteduhkan dedaunan kebun jagung

mengguntur berita di telinga istana astina
gundah mencekam duryudana durna lesmana aswatama
rasa pakewuh meminta sraya kadang pandawa
namun wibawa praja lebih perlu ditimbang
harus mengalahkan segala rikuh dan bimbang

para pandawa bertindak segera membantu sisa kurawa
bima, arjuna, pancawala, gatotkaca, antareja, abimanyu, irawan, wisanggeni
segera mendampingi durna, duryudana, aswatama, lesmana
sementara kresna durna tut wuri handayani

semar, gareng dan bagong ikut sambil berlenggang jula-juli
di tapal batas para punakawan berhenti
memasang mata dan telinga awas mengamati
mulai mencurigai suasana yang sangat mereka kenali ini
kental aroma seorang yang telah lama tak kembali

ternyata hanya dalam beberapa kejap
narpati dan punggawa astina amarta sudah tersekap

para punakawan tercekat jenggirat
dan segera mengatur siasat

syahdan sang prabu belgeduwelbeh tongtongsot upelgen
mendadak waswas tanpa jelas apa sebabnya
rasa cemas tak hilang jua walau sudah dijamu tujuh pesinden
sang prabu memanggil para mantri jagabaya

wahai para tumenggung kapiten mantri jagabaya semua
ucap sang prabu membelai cincin emas yang melingkar di hidungnya
waspadalah pada tiga makhluk yang tampak konyol jenaka
seorang tua gendut berkucir bukan lelaki bukan wanita
seorang pincang bubulen penyandang cacad riyip mata
dan seorang bermata belok tak becus berkata-kata
jangan sampai mereka bisa menembus istana
cegahlah segala daya pertaruhkan nyawa
karena mereka-lah sumber segala bencana
bagi sang raja sesembahan kalian semua

namun siasat semar gareng bagong terbukti sangat ampuh
rusak binasa semua alarm istana paling mutakhir
gas buang semar membuat semua mantri jagabaya lumpuh
para pesinden penghibur dan juru pengrawit terbirit-birit ngacir
bahkan para tawanan pun mengaduh-aduh
tersambar dahsyatnya serbuan aroma nan sungguh anyir

gareng bagong bermasker ninja datang menyerbu
sang prabu tak sempat mengambil langkah seribu
jatuh tersungkur tersingkap segala pakaian dan baju
tampaklah segala bekas kudis bintil kadas putih panu

semar girang tertawa terkekeh-kekeh
ternyata ini anakku sendiri kiai kantongbolong
mengapa engkau selalu bertindak aneh dan nyeleneh
tak seperti kakangmu gareng dan adimu si bagong ?

duh rama semar yang rembes namun waskita
anakmu hanya ingin merasakan bagaimana enaknya jadi raja
siang malam hanya tayuban dan dahar kembul andrawina
tiap hari tidak pusing memikirkan uang belanja
untuk pembeli beras rokok kopi gula dan minyak kelapa

anakmu ini sehari-hari hanya bekerja keras membanting tulang
namun hasilnya hanya cukup untuk beli beras setengah rantang

mana cukup untuk hidup sebulan ?
cucumu kan juga perlu cukup uang jajan
karena di pamulangan dia cuma diajar caranya tawuran
hanya gara-gara takut disebut tidak setia kawan

- - - - - - - - - - - - - - - - -

sampai di sini sang dhalang kehabisan kata-kata
ternyata penyebab masalahnya adalah perbedaan kesempatan
kini balik sang dhalang bertanya
sudahkah kita semua bersikap adil pada para punakawan
yang ada di sekitar kita

akhir cerita aslinya adalah sebagai berikut
bimasena segera menghantam patih kanekaretna sampai semaput
yang lalu babar berubah menjadi batara narada si perut gendut

sementara arjuna yang juga sudah dibebaskan
segera menyerang detya kaladurga yang masih keheranan
dan babarlah sang detya menjadi batara guru si raja kahyangan

ah, itu semua kan hanya kata pak dalang . . .
yang terpenting adalah apa makna di balik kisah semacam ini
agar kita tidak senantiasa kalah dan terbelakang
cukup sekian sang dhalang nyuwun pamit undur diri


salam,
harmiel m soekardjo
(meminjam istilah dari mbakyu helen pausacker
termasuk dhalang top -- 'tanpa opah purun' :-) :-) :-) )


pertama kali diterbitkan pada tahun 1997
di www.geocities.com/Athens/Delphi/7409/
(lokasi itu dilikuidasi per tanggal 28 oktober 2009)

Riwayat Gamelan dan Gendhing

riwayat gamelan

tahun jaywaha, suryasangkala katingal pangrasaning janma (162)
masa palguna, candrasangkala swara karengeng jagad (167),
sri paduka maharaja dewabuda membuat gamelan 'lokananta'
berwujud wilahan terbuat dari gangsa,
yang di masa kini disebut demung

suryasengkala bagahaning swara angrenggani swarga (269), tahun tarha
candrasengkala swara matenggeng karna (287), masa kartika,
hyang endra membuat alat bunyi-bunyian yang dinamai 'surendra'
berwujud gending (kini disebut 'rebab'), kala (kendang), sangka (gong),
pamatut (kethuk), dan sauran (kenong)

suryasengkala karengeng karna tri (326) tahun wakdaniya
candrasengkala karenggeng gunakaton muluk (336), masa palguna
hyang endra mengutus batara citrasena ke negeri purwacarita
membawa gamelan 'surendra' untuk diberikan pada maharaja kano
bahwa semua bunyi-bunyian tersebut boleh dipakai oleh manusia di dunia

sri maharaja kano menambahkan dengan salundi (kempul) dan garantang (gambang)
dan menyebarkannya ke masyarakat untuk ditiru dan dikembangkan
dengan berjalannya waktu, surendra menjadi lebih dikenal sebagai surendro atau salendro

tahun pramadi, suryasangkala kaswareng karnaguna maletik (327)
masa wisaka, candrasengkala gora tri katon tawang (337)
srimaharaja kano menciptakan dan menyebarluaskan lagu-lagu dari tembang ageng
inilah asal muasal gending

tahun wikrama, suryasengkala naga kacaksuh ing rana (328)
masa manggakala, candrasengkala madyaning rana tri (338)
berdasarkan alat bunyi-bunyian dari negeri ajam, yahudi, dan hindu
srimaharaja kano menciptakan bunyi-bunyian tanda perang: mardangga,
yang terdiri dari :
kalakendang, sangka gong, egong, gubar (bende yang tidak ber-pencu),
bahiri (beri yang memakai sanding keliling), puksur (rebana yang dipukul dengan kayu),
gurnang (kenong digantung), tong-tong (kendang dari gangsa, alat pemukul dari kayu),
grit (rebana yang dipukul dengan kayu), tetek, bedug,
maguru gangsa (kemodong yang digantung)
lama kelamaan nama 'mardangga' berubah menjadi 'pradangga'

tahun pilapawa, suryasangkala trusta bojaning marga (529)
masa wisaka, candrasengkala tataning pakarti wisaya sirna (545)
dewi sugandi, putri prabu basukesti raja negeri wirata, melahirkan dewi basuwati
raja mengundang para brahmana, tapa, resi, dan sewasogata
untuk memuji syukur agar sang bayi senantiasa sehat tak kurang suatu apa
para rohaniwan ada yang membawa bunyi-bunyian rebana atau terbang angklung,
genta, kekeleng, bende, dan kentongan
bunyi-bunyian tersebut mengiringi nyanyian permohonan pada dewata
sepulang para rohaniwan raja memerintahkan membuat tiruan alat-alat tersebut
yang berbentuk rebana dan berbagai angklung
ditujukan agar bisa dimainkan seperti surendra

tahun kalayuda, suryasangkala guna makarti tata (543)
masa srawana, candrasengkala trusta marganing gati ((559)
prabu basukesti raja negeri wirata membuat tiruan dari gangsa lokananta
berwujud demung dan gender
yang kemudian juga disebarkan ke masyarakat luas
dan dikenal sebagai gangsa surendra

tahun sadaruna, suryasangkala anrus lenging naga (899)
masa . . . . , candrasangkala karenga ing karna nrus wiyat (926)
resi kano dari negeri ngadirejo, cilacap, berniat melawan prabu ajipamasa di kediri
prabu narada, raja ngadirejo segera mengutus waktra dan barlu mengawasi resi kano
waktra dan baru menyamar sebagai pemain jantur
membawa seruling buatan sendiri dari bambu wratsari dan empat ekor burung merak
bunyi seruling dibuat bernada-dasar menirukan suara-suara burung merak
sepulang ke ngadirejo seruling menjadi kelengkapan gangsa surendra
ditambah dengan bunyi dasar yang cocok dengan suara dasar gangsa salendro
timbullah laras 'manyura' untuk pengingat suara burung merak : 'nya-ngung-ngong'

tahun tadu, suryasangkala (1107) karengeng maletik atmajaji
candrasengkala karsa tri nunggal janma, 1136
prabu lembu amiluhur berputra raden panji ino kartapati
yang juga dikenal sebagai raden panji kasatrian, ahli segala ilmu pengetahuan
yang menambahkan alat berwujud bonang dan saron
serta menambah dasar-dasar nada atau laras

saudara-saudara beliau ikut membantu dalam mencipta alat
raden kartala mengayunkan palu besar raden andaga palu sedang
penyelesaiannya pun dikerjakan se-kadang sendiri
selesai gamelan tersebut, diciptakan seperangkat 'laras miring' atau disebut 'pelog'
jumlah dan jenis alat bunyian sama dengan gamelan surendro
akhirnya gamelan surendro disebut salendro dan pelog

pada masa pemerintahan prabu mundingsari dari kerajaan pajajaran
dibuat dua macam gamelan lagi seperti ayahnya dari jenggala
'sorogan untuk laras pelog' untuk mardangga yang disebut 'laras barang'
meniru laras bunyi-bunyian cina atau siyam

kini ada bermacam-macam kenong dan wilahan
dari demung lokananta yang konon hanya berjumlah delapan
gender duabelas dan gambang juga duabelas

Begitulah tertulis di buku yang saya baca
Serat Babad Ila-ila, terbitan 1928, sayang tanpa data penerbit
karena sampul bukunya sudah terkoyak dimakan usia
salam wayang,
harmiel m soekardjo
pertama kali diterbitkan pada tahun 1997 
di www.geocities.com/Athens/Delphi/7409/
(lokasi itu dilikuidasi per tanggal 28 oktober 2009)

. . . . and then, it's me and my family . . .

sebelum berlanjut menimbulkan kekecewaan
saya harus memohon maaf
karena sebenarnya halaman ini belum lagi selesai dirancang
namun terpaksa harus segera diterbitkan
membalas permintaan beberapa sahabat yang telah lama tak jumpa
yang telah lebih dahulu memajang foto diri dan keluarganya

semoga dengan terbitnya halaman-sementara ini
bisa membantu semua sahabat lama
agar bisa mengenali kembali diri saya dan keluarga
juga bisa memudahkan para kenalan baru di media siber ini
untuk tak hanya membaca tulisan saya
namun juga sedikit mengenali
latar belakang pribadi saya


ini gambaran awal secara umum mengenai segenap harta saya:
nana (isteri tercinta), ayu (anak pertama), dan bergas (si bungsu)


ini anak-anak saya : bergas (10.5) dan ayu (12)


ayu andakari amaradipta,
namanya berasal dari kata jawa kawi
andakara yang berarti hyang matahari
amaradipta bermakna 'takkan padam selamanya'
duduk di kelas 1 smp strada mater dei ciputat
menyandang sabuk biru karate (kyu-5) dan pengurus dojonya
hari-harinya juga disibukkan dengan kursus bahasa inggris
di cambridge english course, pamulang

bergas bimo branarto,
namanya menggambarkan harapan kedua orangtuanya
si bergas (gentleman) yang berwatak selurus dan sejujur sang bima
namun juga branarto,
cukup brana (kekayaan) dan arta (harta)
terpilih sebagai salah satu karateka pelatda jangka panjang metro jaya
walau usianya belum lagi sebelas tahun dan masih kyu-4,5
gemar menggambar dan pernah memenangkan sebuah lomba gambar

nana, ratna sriwijayanti, istriku
seorang arsitek yang lebih percaya pada kesederhanaan desain tradisional
dibanding kerumitan rancangan modern,
yang cenderung memperkosa alam dan lingkungan

istri tercinta yang setia mendampingi selama ini
dalam menghadapi segala kesulitan hidup
bersama suami semacam saya


itulah serba sekilas tentang saya dan keluarga
semoga anda kembali ingat
dan semoga saya belum jauh berubah
dari masa kita bertemu dulu

salam,
harmiel