Friday, August 29, 2008

Wejangan Sang Dewa Ruci

termangu sang bima di tepian samudera
dibelai kehangatan alun ombak setinggi betis
tak ada lagi tempat bertanya
sesirnanya sang naga nemburnawa

dewaruci, sang marbudyengrat, memandangnya iba dari kejauhan,
tahu belaka bahwa tirta pawitra memang tak pernah ada
dan mustahil akan pernah bisa ditemukan
oleh manusia mana pun.

menghampir sang dewa ruci sambil menyapa:
'apa yang kau cari, hai werkudara,
hanya ada bencana dan kesulitan yang ada di sini
di tempat sesunyi dan sekosong ini'

terkejut sang sena dan mencari ke kanan kiri
setelah melihat sang penanya ia bergumam:
'makhluk apa lagi ini, sendirian di tengah samudera sunyi
kecil mungil tapi berbunyi pongah dan jumawa?

serba sunyi di sini, lanjut sang marbudyengrat
mustahil akan ada sabda keluhuran di tempat seperti ini
sia-sialah usahamu mencarinya tanpa peduli segala bahaya

sang sena semakin termangu menduga-duga,
dan akhirnya sadar bahwa makhluk ini pastilah seorang dewa
ah, paduka tuan, gelap pekat rasa hatiku.
entahlah apa sebenarnya yang aku cari ini.
dan siapa sebenarnya diriku ini

ketahuilah anakku, akulah yang disebut dewaruci, atau sang marbudyengrat
yang tahu segalanya tentang dirimu
anakku yang keturunan hyang guru dari hyang brahma,
anak kunti, keturunan wisnu yang hanya beranak tiga, yudistira, dirimu, dan janaka.
yang bersaudara dua lagi nakula dan sadewa dari ibunda madrim si putri mandraka.
datangmu kemari atas perintah gurumu dahyang durna
untuk mencari tirta pawitra yang tak pernah ada di sini

bila demikian, pukulun, wejanglah aku seperlunya
agar tidak mengalami kegelapan seperti ini
terasa bagai keris tanpa sarungnya

sabarlah anakku,.memang berat cobaan hidup
ingatlah pesanku ini senantiasa
jangan berangkat sebelum tahu tujuanmu,
jangan menyuap sebelum mencicipnya.
tahu hanya berawal dari bertanya, bisa berpangkal dari meniru,
sesuatu terwujud hanya dari tindakan.

janganlah bagai orang gunung membeli emas,
mendapat besi kuning pun puas menduga mendapat emas
bila tanpa dasar, bakti membuta pun akan bisa menyesatkan

duh pukulun, tahulah sudah di mana salah hamba
bertindak tanpa tahu asal tujuan
sekarang hamba pasrah jiwaraga terserah paduka.

nah, bila benar ucapanmu, segera masuklah ke dalam diriku.
lanjut sang marbudyengrat

sang sena tertegun tak percaya mendengarnya
ah, mana mungkin hamba bisa melakukannya
paduka hanyalah anak bajang sedangkan tubuh hamba sebesar bukit

kelingking pun tak akan mungkin muat.

wahai werkudara si dungu anakku,
sebesar apa dirimu dibanding alam semesta?
seisi alam ini pun bisa masuk ke dalam diriku,
jangankan lagi dirimu yang hanya sejentik noktah di alam.

mendengar ucapan sang dewaruci sang bima merasa kecil seketika,
dan segera melompat masuk ke telinga kiri sang dewaruci
yang telah terangsur ke arahnya

heh, werkudara, katakanlah sejelas-jelasnya
segala yang kau saksikan di sana

hanya tampak samudera luas tak bertepi, ucap sang sena
alam awang-uwung tak berbatas hamba semakin bingung
tak tahu mana utara selatan atas bawah depan belakang

janganlah mudah cemas, ujar sang dewaruci
yakinilah bahwa di setiap kebimbangan
senantiasa akan ada pertolongan dewata

dalam seketika sang bima menemukan kiblat dan melihat surya
setelah hati kembali tenang tampaklah sang dewaruci di jagad walikan.

heh, sena! ceritakanlah dengan cermat segala yang kau saksikan!

awalnya terlihat cahaya terang memancar, kata sang sena
kemudian disusul cahaya hitam, merah, kuning, putih.
apakah gerangan semua itu?

ketahuilah werkudara, cahaya terang itu adalah pancamaya,
penerang hati, yang disebut mukasipat (mukasyafah),
penunjuk ke kesejatian, pembawa diri ke segala sifat lebih.
cahaya empat warna, itulah warna hati
hitam merah kuning adalah penghalang cipta yang kekal,
hitam melambangkan nafsu amarah, merah nafsu angkara, kuning nafsu memiliki.
hanya si putih-lah yang bisa membawamu
ke budi jatmika dan sanggup menerima sasmita alam,

namun selalu terhalangi oleh ketiga warna yang lain
hanya sendiri tanpa teman melawan tiga musuh abadi.
hanya bisa menang dengan bantuan sang suksma.
adalah nugraha bila si putih bisa kau menangkan
di saat itulah dirimu mampu menembus segala batas alam tanpa belajar.

duhai pukulun, sedikit tercerahkan hati hamba oleh wejanganmu
setelah lenyap empat cahaya, muncullah nyala delapan warna,
ada yang bagai ratna bercahaya, ada yang maya-maya, ada yang menyala berkobar.

itulah kesejatian yang tunggal, anakku terkasih
semuanya telah senantiasa ada dalam diri setiap mahluk ciptaan.
sering disebut jagad agung jagad cilik

dari sanalah asal kiblat dan empat warna hitam merah kuning putih
seusai kehidupan di alam ini semuanya akan berkumpul menjadi satu,
tanpa terbedakan lelaki perempuan tua muda besar kecil kaya miskin,
akan tampak bagai lebah muda kuning gading
amatilah lebih cermat, wahai werkudara anakku

semakin cerah rasa hati hamba.
kini tampak putaran berwarna gading, bercahaya memancar.
warna sejatikah yang hamba saksikan itu?

bukan, anakku yang dungu, bukan,
berusahalah segera mampu membedakannya
zat sejati yang kamu cari itu tak tak berbentuk tak terlihat,
tak bertempat-pasti namun bisa dirasa keberadaannya di sepenuh jagad ini.

sedang putaran berwarna gading itu adalah pramana
yang juga tinggal di dalam raga namun bagaikan tumbuhan simbar di pepohonan
ia tidak ikut merasakan lapar kenyang haus lelah ngantuk dan sebagainya.
dialah yang menikmati hidup sejati dihidupi oleh sukma sejati,
ialah yang merawat raga
tanpanya raga akan terpuruk menunjukkan kematian.

pukulun, jelaslah sudah tentang pramana dalam kehidupan hamba
lalu bagaimana wujudnya zat sejati itu?

itu tidaklah mudah dijelaskan, ujar sang dewa ruci, gampang-gampang susah
sebelum hal itu dijelaskan, kejar sang bima, hamba tak ingin keluar dari tempat ini
serba nikmat aman sejahtera dan bermanfaat terasa segalanya.

itu tak boleh terjadi, bila belum tiba saatnya, hai werkudara
mengenai zat sejati, engkau akan menemukannya sendiri
setelah memahami tentang penyebab gagalnya segala laku serta bisa bertahan dari segala goda,
di saat itulah sang suksma akan menghampirimu,
dan batinmu akan berada di dalam sang suksma sejati

janganlah perlakukan pengetahuan ini seperti asap dengan api,
bagai air dengan ombak, atau minyak dengan susu
perbuatlah, jangan hanya mempercakapkannya belaka
jalankanlah sepenuh hati setelah memahami segala makna wicara kita ini
jangan pernah punya sesembahan lain selain sang maha luhur
pakailah senantiasa keempat pengetahuan ini
pengetahuan kelima adalah pengetahuan antara,
yaitu mati di dalam hidup, hidup di dalam mati
hidup yang kekal, semuanya sudah berlalu
tak perlu lagi segala aji kawijayan, semuanya sudah termuat di sini.

maka habislah wejangan sang dewaruci,
sang guru merangkul sang bima dan membisikkan segala rahasia rasa
terang bercahaya seketika wajah sang sena menerima wahyu kebahagiaan
bagaikan kuntum bunga yang telah mekar.
menyebarkan keharuman dan keindahan memenuhi alam semesta

dan blassss . . . !
sudah keluarlah sang bima dari raga dewaruci sang marbudyengrat
kembali ke alam nyata di tepian samodera luas sunyi tanpa sang dewaruci

sang bima melompat ke daratan dan melangkah kembali
siap menyongsong dan menyusuri rimba belantara kehidupan

tancep kayon

salam,


harmiel m soekardjo
pertama kali diterbitkan pada tahun 1997  di www.geocities.com/Athens/Delphi/7409/ (lokasi itu dilikuidasi per tanggal 28 oktober 2009)

Dewa Ruci




dewaruci

atas permintaan kaum kurawa
durna memasang muslihat untuk melenyapkan bima
dengan menugasinya mencari tirta-prawita-adi
sebagai sarana pembuka pengetahuan sejati
yang bertempat di hutan tibrasara di gunung candramuka

setelah mengirim barisan-pendem untuk mencelakakan arya sena suyudana pulang ke permaisuri banowati dan putrinda leksmanawati
sementara sangkuni dan kurawa lengkap berangkat berkuda

pada saat yang sama di saptapratala,
batara anantaboga dan dewi suparti menerima sasmita dewata
bahwa bima menantu mereka akan menerima cobaan
sang dewi suparti segera silih warna sebagai naga
berangkat untuk membantu sang menantu
di perjalanan bersua para kurawa dan bertempur,
namun para kurawa segera menyimpang jalan
naga jelmaan segera melanjutkan langkah
dan bertapa di gua sigrangga
di sapta arga, resi abyasa sedang dihadap arjuna dan para punakawan
melaporkan bahwa arya sena hendak dicelakakan danghyang durna
abyasa menyuruhnya mencegah, namun bila berkeras,
doakanlah agar semua langkahnya membawa hasil sepadan

di tengah rimba dalam perjalanan pulang,
arjuna cs bertemu sepasang macan, sang kesara dan sang kesari,
macan ditewaskan badhar menjadi batara brahma dan dewi saraswati
brahma memberi wangsit bahwa bima akan memperoleh nugraha
brahma dan isteri kembali makahyangan

yudistira bima nakula sadewa dan kresna di amarta
kresna ikut menahan bima agar membatalkan niatnya
namun bima berkeras bahwa mencari tirta adi di gunung candramuka
adalah bukti baktinya pada bapa guru durna
serta demi mengejar pemahaman inti pengetahuan sejati
arjuna datang dan melaporkan semua yang diketahuinya
sena tetap tidak bisa ditahan dan pamit berangkat
di gunung candramuka sang sena bertindak membabibuta
segala bukit batu dan pohon besar dibongkar berantakan
namun apa yang dicari tetap tak bersua juga

rukmuka dan rukmakala, sepasang raksasa di gunung candramuka
murka melihat arya sena membongkar hutan semena-mena
pertarungan tak terelakkan dan kedua raksasa musnah
kembali ke wujud semula: hyang indra dan hyang bayu
yang memberikan ajian jalasengara dan senjata ekal druwendra
kemampuan memasuki air tanpa kesulitan (jalasengara)
kedua batara memberi wisikan pula
bahwa sebenarnya permintaan durna hanyalah tipu daya
namun semua usaha yang dilakukan secara bersungguh-sungguh
senantiasa akan berbuah sepadan
sang bima segera kembali ke astina
untuk menanyakan pada sang guru
sekembali di astina, durna memberitahu
bahwa tugas terdahulu hanyalah penguji tekad muridnya
tempat yang sebenarnya adalah di tengah samudra
bima segera kembali ke amarta untuk pamit kedua kalinya

di amarta kembali semua kadang menahan kepergian bima
namun sekali lagi bima tak bisa ditahan dan berangkat segera

sesampai di gua sigrangga bima disambar oleh naga suparti
bertempur sejenak naga kalah dan kembali ke wujud aslinya
kemudian membisikkan tentang muslihat durna
namun jangan menurunkan semangat bukti bakti sang menantu
agar tetap memperoleh nugraha atasnya
sang sena diminta segera meneruskan ke samudera
lalu lenyaplah sang dewi
dan byar, arya sena sudah berada di tepian samodera
dengan benak hanya terisi satu tujuan
menaati permintaan guru durna
sang bima mencebur ke tengah samudera
ombak menyaput sampai ke leher dan kepala
termangu sejenak sang bima membayangkan ancaman maut
namun teringat pada aji jalasengara pemberian dewata

seekor naga raksasa, sang nemburnawa, datang menghadang
pertarungan di air membuat seisi samudera bergolak
namun akhirnya sang naga tewas oleh kuku pancanaka
samudera kembali hening tenteram
sunyi

tak lama kemudian tampaklah seorang anak bajang di atas air
melambai pada bima agar menghampir
lalu mewejang dengan berbagai ilmu sejati
penguak segala rahasia alam semesta
usai mewejang musnahlah sang dewaruci
dan sang sena sudah kembali berada di alam nyata
kembali ke amarta
di tepi samodra menunggu arya sangkuni dan para kurawa
menduga sudah tewaslah sang tonggak pandawa
melihat munculnya sang bima para kurawa maju mengerubut
bima berhasil menghindar, hendak segera kembali ke amarta
para kurawa segera membuntuti mengejar

murung yang melela di amarta sirna seketika
oleh munculnya arya bima yang sehat tak kurang suatu apa
wajahnya tampak bersinar cemerlang oleh cahaya surgawi

kerusuhan di belakangnya oleh ulah para kurawa
segera berhasil dipadamkan oleh sang bima
kurawa bubar berantakan tanpa sisa

bima segera menyampaikan segala yang dialaminya
pada kresna dan kadang pandawa
semua berbahagia
keceriaan alam telah kembali mewarnai istana amarta
sang bima telah menemukan segala yang dikehendakinya
pengetahuan tentang hakekat hidup sejati

tancep kayon


harmiel m soekardjo

pertama kali diterbitkan pada tahun 1997 di www.geocities.com/Athens/Delphi/7409/(lokasi itu dilikuidasi per tanggal 28 oktober 2009)

Petruk Jadi Ratu

hening mencekam di istana hastina
wajah-wajah tegang dan hawa ketidak-puasan mengawang

rahang sang nata duryudana tampak mengatup keras
alir darah di wajah para adipati dan raja sekutu pun menderas
durna, sangkuni, baladewa, karna, jayadrata, dursasana semua tegang
begitu juga para seratus kurawa

sebuah negara kecil, sonyawibawa, muncul tiba-tiba di sudut negeri astina
warganya semakin meruah dan tapal batas semakin melela
sebuah negeri rakyat yang menyatakan diri berdaulat
berangsur melahap tanah hastina tanpa takut kualat

para nayaka astina sepakat sudah
bahwa sonyawibawa sungguh durhaka
negeri pembelot haruslah musnah
walau harus dibayar dengan segala daya dan nyawa
maka berangkatlah para senapati
menunaikan tugas menghapus aib negeri

di tapal batas terbelalak mata para nayaka dan punggawa
segala taman dan tugu telah berganti kebun jagung dan palawija
kuda tunggang dan peksi indah
bertukar ayam-bebek petelur dan kerbau pembajak sawah
keris beronce berganti dengan garu cangkul sabit
di mana-mana aroma pupuk kandang legit menggigit
candi pemujaan dan segala bangunan menawan
kini berubah fungsi menjadi kandang hewan piaraan

tak tampak lagi keagungan wilayah negeri astina
yang ada hanyalah keluguan sempurna
tak ada lagi warna-warni meriah
hanya ada hijaunya dedaunan diseling warna tanah

lugas, tatas, dan tuntas
lugu, lucu, bercampur dungu

menyerbulah dengan berani para punggawa astina
namun terhalang para senapati sonyawibawa
patih kanekaretna, detya kaladurga,
arya sigargagang, tumenggung ardawalika
yang muncul tanpa terduga

semua nayaka astina tertawan sudah
terikat kuat dihadapkan sang prabu
belgeduwelbeh tongtongsot upelgen
para tawanan tertunduk kelu lesu
menerima aturan sebagai pihak yang kalah

baladewa juru pengangsu jayadrata mantri sawah
karna juru pekatik sangkuni mantri olah-olah

sabda sang prabu belgeduwelbeh tongtongsot upelgen kemudian
weh, lha wong sudah pada bisa mangreh praja
pergilah kalian semua ngrembug negeri sana
aku mau aminum wedang jahe asantap ketan legi
para teledek segeralah bertayub menari
buatlah aku segera kembali tenang
dengan nonton kalian ngigel jaran goyang . . .

dan semburat berlompatanlah para nayaka dan tumenggung
undur pasowanan untuk kembali jengkeng rembugan ngariung
di pinggir sawah berteduhkan dedaunan kebun jagung

mengguntur berita di telinga istana astina
gundah mencekam duryudana durna lesmana aswatama
rasa pakewuh meminta sraya kadang pandawa
namun wibawa praja lebih perlu ditimbang
harus mengalahkan segala rikuh dan bimbang

para pandawa bertindak segera membantu sisa kurawa
bima, arjuna, pancawala, gatotkaca, antareja, abimanyu, irawan, wisanggeni
segera mendampingi durna, duryudana, aswatama, lesmana
sementara kresna durna tut wuri handayani

semar, gareng dan bagong ikut sambil berlenggang jula-juli
di tapal batas para punakawan berhenti
memasang mata dan telinga awas mengamati
mulai mencurigai suasana yang sangat mereka kenali ini
kental aroma seorang yang telah lama tak kembali

ternyata hanya dalam beberapa kejap
narpati dan punggawa astina amarta sudah tersekap

para punakawan tercekat jenggirat
dan segera mengatur siasat

syahdan sang prabu belgeduwelbeh tongtongsot upelgen
mendadak waswas tanpa jelas apa sebabnya
rasa cemas tak hilang jua walau sudah dijamu tujuh pesinden
sang prabu memanggil para mantri jagabaya

wahai para tumenggung kapiten mantri jagabaya semua
ucap sang prabu membelai cincin emas yang melingkar di hidungnya
waspadalah pada tiga makhluk yang tampak konyol jenaka
seorang tua gendut berkucir bukan lelaki bukan wanita
seorang pincang bubulen penyandang cacad riyip mata
dan seorang bermata belok tak becus berkata-kata
jangan sampai mereka bisa menembus istana
cegahlah segala daya pertaruhkan nyawa
karena mereka-lah sumber segala bencana
bagi sang raja sesembahan kalian semua

namun siasat semar gareng bagong terbukti sangat ampuh
rusak binasa semua alarm istana paling mutakhir
gas buang semar membuat semua mantri jagabaya lumpuh
para pesinden penghibur dan juru pengrawit terbirit-birit ngacir
bahkan para tawanan pun mengaduh-aduh
tersambar dahsyatnya serbuan aroma nan sungguh anyir

gareng bagong bermasker ninja datang menyerbu
sang prabu tak sempat mengambil langkah seribu
jatuh tersungkur tersingkap segala pakaian dan baju
tampaklah segala bekas kudis bintil kadas putih panu

semar girang tertawa terkekeh-kekeh
ternyata ini anakku sendiri kiai kantongbolong
mengapa engkau selalu bertindak aneh dan nyeleneh
tak seperti kakangmu gareng dan adimu si bagong ?

duh rama semar yang rembes namun waskita
anakmu hanya ingin merasakan bagaimana enaknya jadi raja
siang malam hanya tayuban dan dahar kembul andrawina
tiap hari tidak pusing memikirkan uang belanja
untuk pembeli beras rokok kopi gula dan minyak kelapa

anakmu ini sehari-hari hanya bekerja keras membanting tulang
namun hasilnya hanya cukup untuk beli beras setengah rantang

mana cukup untuk hidup sebulan ?
cucumu kan juga perlu cukup uang jajan
karena di pamulangan dia cuma diajar caranya tawuran
hanya gara-gara takut disebut tidak setia kawan

- - - - - - - - - - - - - - - - -

sampai di sini sang dhalang kehabisan kata-kata
ternyata penyebab masalahnya adalah perbedaan kesempatan
kini balik sang dhalang bertanya
sudahkah kita semua bersikap adil pada para punakawan
yang ada di sekitar kita

akhir cerita aslinya adalah sebagai berikut
bimasena segera menghantam patih kanekaretna sampai semaput
yang lalu babar berubah menjadi batara narada si perut gendut

sementara arjuna yang juga sudah dibebaskan
segera menyerang detya kaladurga yang masih keheranan
dan babarlah sang detya menjadi batara guru si raja kahyangan

ah, itu semua kan hanya kata pak dalang . . .
yang terpenting adalah apa makna di balik kisah semacam ini
agar kita tidak senantiasa kalah dan terbelakang
cukup sekian sang dhalang nyuwun pamit undur diri


salam,
harmiel m soekardjo
(meminjam istilah dari mbakyu helen pausacker
termasuk dhalang top -- 'tanpa opah purun' :-) :-) :-) )


pertama kali diterbitkan pada tahun 1997
di www.geocities.com/Athens/Delphi/7409/
(lokasi itu dilikuidasi per tanggal 28 oktober 2009)

Riwayat Gamelan dan Gendhing

riwayat gamelan

tahun jaywaha, suryasangkala katingal pangrasaning janma (162)
masa palguna, candrasangkala swara karengeng jagad (167),
sri paduka maharaja dewabuda membuat gamelan 'lokananta'
berwujud wilahan terbuat dari gangsa,
yang di masa kini disebut demung

suryasengkala bagahaning swara angrenggani swarga (269), tahun tarha
candrasengkala swara matenggeng karna (287), masa kartika,
hyang endra membuat alat bunyi-bunyian yang dinamai 'surendra'
berwujud gending (kini disebut 'rebab'), kala (kendang), sangka (gong),
pamatut (kethuk), dan sauran (kenong)

suryasengkala karengeng karna tri (326) tahun wakdaniya
candrasengkala karenggeng gunakaton muluk (336), masa palguna
hyang endra mengutus batara citrasena ke negeri purwacarita
membawa gamelan 'surendra' untuk diberikan pada maharaja kano
bahwa semua bunyi-bunyian tersebut boleh dipakai oleh manusia di dunia

sri maharaja kano menambahkan dengan salundi (kempul) dan garantang (gambang)
dan menyebarkannya ke masyarakat untuk ditiru dan dikembangkan
dengan berjalannya waktu, surendra menjadi lebih dikenal sebagai surendro atau salendro

tahun pramadi, suryasangkala kaswareng karnaguna maletik (327)
masa wisaka, candrasengkala gora tri katon tawang (337)
srimaharaja kano menciptakan dan menyebarluaskan lagu-lagu dari tembang ageng
inilah asal muasal gending

tahun wikrama, suryasengkala naga kacaksuh ing rana (328)
masa manggakala, candrasengkala madyaning rana tri (338)
berdasarkan alat bunyi-bunyian dari negeri ajam, yahudi, dan hindu
srimaharaja kano menciptakan bunyi-bunyian tanda perang: mardangga,
yang terdiri dari :
kalakendang, sangka gong, egong, gubar (bende yang tidak ber-pencu),
bahiri (beri yang memakai sanding keliling), puksur (rebana yang dipukul dengan kayu),
gurnang (kenong digantung), tong-tong (kendang dari gangsa, alat pemukul dari kayu),
grit (rebana yang dipukul dengan kayu), tetek, bedug,
maguru gangsa (kemodong yang digantung)
lama kelamaan nama 'mardangga' berubah menjadi 'pradangga'

tahun pilapawa, suryasangkala trusta bojaning marga (529)
masa wisaka, candrasengkala tataning pakarti wisaya sirna (545)
dewi sugandi, putri prabu basukesti raja negeri wirata, melahirkan dewi basuwati
raja mengundang para brahmana, tapa, resi, dan sewasogata
untuk memuji syukur agar sang bayi senantiasa sehat tak kurang suatu apa
para rohaniwan ada yang membawa bunyi-bunyian rebana atau terbang angklung,
genta, kekeleng, bende, dan kentongan
bunyi-bunyian tersebut mengiringi nyanyian permohonan pada dewata
sepulang para rohaniwan raja memerintahkan membuat tiruan alat-alat tersebut
yang berbentuk rebana dan berbagai angklung
ditujukan agar bisa dimainkan seperti surendra

tahun kalayuda, suryasangkala guna makarti tata (543)
masa srawana, candrasengkala trusta marganing gati ((559)
prabu basukesti raja negeri wirata membuat tiruan dari gangsa lokananta
berwujud demung dan gender
yang kemudian juga disebarkan ke masyarakat luas
dan dikenal sebagai gangsa surendra

tahun sadaruna, suryasangkala anrus lenging naga (899)
masa . . . . , candrasangkala karenga ing karna nrus wiyat (926)
resi kano dari negeri ngadirejo, cilacap, berniat melawan prabu ajipamasa di kediri
prabu narada, raja ngadirejo segera mengutus waktra dan barlu mengawasi resi kano
waktra dan baru menyamar sebagai pemain jantur
membawa seruling buatan sendiri dari bambu wratsari dan empat ekor burung merak
bunyi seruling dibuat bernada-dasar menirukan suara-suara burung merak
sepulang ke ngadirejo seruling menjadi kelengkapan gangsa surendra
ditambah dengan bunyi dasar yang cocok dengan suara dasar gangsa salendro
timbullah laras 'manyura' untuk pengingat suara burung merak : 'nya-ngung-ngong'

tahun tadu, suryasangkala (1107) karengeng maletik atmajaji
candrasengkala karsa tri nunggal janma, 1136
prabu lembu amiluhur berputra raden panji ino kartapati
yang juga dikenal sebagai raden panji kasatrian, ahli segala ilmu pengetahuan
yang menambahkan alat berwujud bonang dan saron
serta menambah dasar-dasar nada atau laras

saudara-saudara beliau ikut membantu dalam mencipta alat
raden kartala mengayunkan palu besar raden andaga palu sedang
penyelesaiannya pun dikerjakan se-kadang sendiri
selesai gamelan tersebut, diciptakan seperangkat 'laras miring' atau disebut 'pelog'
jumlah dan jenis alat bunyian sama dengan gamelan surendro
akhirnya gamelan surendro disebut salendro dan pelog

pada masa pemerintahan prabu mundingsari dari kerajaan pajajaran
dibuat dua macam gamelan lagi seperti ayahnya dari jenggala
'sorogan untuk laras pelog' untuk mardangga yang disebut 'laras barang'
meniru laras bunyi-bunyian cina atau siyam

kini ada bermacam-macam kenong dan wilahan
dari demung lokananta yang konon hanya berjumlah delapan
gender duabelas dan gambang juga duabelas

Begitulah tertulis di buku yang saya baca
Serat Babad Ila-ila, terbitan 1928, sayang tanpa data penerbit
karena sampul bukunya sudah terkoyak dimakan usia
salam wayang,
harmiel m soekardjo
pertama kali diterbitkan pada tahun 1997 
di www.geocities.com/Athens/Delphi/7409/
(lokasi itu dilikuidasi per tanggal 28 oktober 2009)

. . . . and then, it's me and my family . . .

sebelum berlanjut menimbulkan kekecewaan
saya harus memohon maaf
karena sebenarnya halaman ini belum lagi selesai dirancang
namun terpaksa harus segera diterbitkan
membalas permintaan beberapa sahabat yang telah lama tak jumpa
yang telah lebih dahulu memajang foto diri dan keluarganya

semoga dengan terbitnya halaman-sementara ini
bisa membantu semua sahabat lama
agar bisa mengenali kembali diri saya dan keluarga
juga bisa memudahkan para kenalan baru di media siber ini
untuk tak hanya membaca tulisan saya
namun juga sedikit mengenali
latar belakang pribadi saya


ini gambaran awal secara umum mengenai segenap harta saya:
nana (isteri tercinta), ayu (anak pertama), dan bergas (si bungsu)


ini anak-anak saya : bergas (10.5) dan ayu (12)


ayu andakari amaradipta,
namanya berasal dari kata jawa kawi
andakara yang berarti hyang matahari
amaradipta bermakna 'takkan padam selamanya'
duduk di kelas 1 smp strada mater dei ciputat
menyandang sabuk biru karate (kyu-5) dan pengurus dojonya
hari-harinya juga disibukkan dengan kursus bahasa inggris
di cambridge english course, pamulang

bergas bimo branarto,
namanya menggambarkan harapan kedua orangtuanya
si bergas (gentleman) yang berwatak selurus dan sejujur sang bima
namun juga branarto,
cukup brana (kekayaan) dan arta (harta)
terpilih sebagai salah satu karateka pelatda jangka panjang metro jaya
walau usianya belum lagi sebelas tahun dan masih kyu-4,5
gemar menggambar dan pernah memenangkan sebuah lomba gambar

nana, ratna sriwijayanti, istriku
seorang arsitek yang lebih percaya pada kesederhanaan desain tradisional
dibanding kerumitan rancangan modern,
yang cenderung memperkosa alam dan lingkungan

istri tercinta yang setia mendampingi selama ini
dalam menghadapi segala kesulitan hidup
bersama suami semacam saya


itulah serba sekilas tentang saya dan keluarga
semoga anda kembali ingat
dan semoga saya belum jauh berubah
dari masa kita bertemu dulu

salam,
harmiel

Sejarah Wayang Jawa


wayang berasal dari kata wayangan
yaitu sumber ilham dalam menggambar wujud tokoh dan cerita
sehingga bisa tergambar jelas dalam batin si penggambar
karena sumber aslinya telah hilang
(yang ngilangin bukan saya, lhoo . . . :-) :-) )
di awalnya, wayang adalah bagian dari kegiatan religi animisme
menyembah 'hyang', itulah inti-nya
dilakukan antara lain di saat-saat panenan atau taneman
dalam bentuk upacara ruwatan, tingkeban, ataupun 'merti desa'
agar panen berhasil atau pun agar desa terhindar dari segala mala
(masih ingat lakon 'sudamala', kan?)
di tahun (898 - 910) M wayang sudah menjadi wayang purwa
namun tetap masih ditujukan untuk menyembah para sanghyang
seperti yang tertulis dalam prasasti balitung
sigaligi mawayang buat hyang, macarita bhima ya kumara
(terjemahan kasaran-nya kira-kira begini :
menggelar wayang untuk para hyang
menceritakan tentang bima sang kumara)
di jaman mataram hindu ini,
ramayana dari india berhasil dituliskan dalam bahasa jawa kuna (kawi)
pada masa raja darmawangsa, 996 - 1042 M
mahabharata yang berbahasa sansekerta delapan belas parwa
dirakit menjadi sembilan parwa bahasa jawa kuna
lalu arjuna wiwaha berhasil disusun oleh mpu kanwa
di masa raja erlangga
sampai di jaman kerajaan kediri dan raja jayabaya
mpu sedah mulai menyusun serat bharatayuda
yang lalu diselesaikan oleh mpu panuluh
tak puas dengan itu saja,
mpu panuluh lalu menyusun serat hariwangsa
dan kemudian serat gatutkacasraya
menurut serat centhini,
sang jayabaya lah yang memerintahkan menuliskan ke rontal
(daun lontar, disusun seperti kerai, disatukan dengan tali)
di jaman awal majapahit wayang digambar di kertas jawi
(saya juga tidak tahu, apa arti 'kertas jawi' ini )
dan sudah dilengkapi dengan berbagai hiasan pakaian
masa-masa awal abad sepuluh
bisa kita sebut sebagai globalisasi tahap satu ke tanah jawa
kepercayaan animisme mulai digeser oleh pengaruh agama hindu
yang membuat 'naik'-nya pamor tokoh 'dewa'
yang kini 'ditempatkan' berada di atas 'hyang'
abad duabelas sampai abad limabelas
adalah masa 'sekularisasi' wayang tahap satu
dengan mulai disusunnya berbagai mithos
yang mengagungkan para raja sebagai keturunan langsung para dewa
abad limabelas adalah dimulainya globalisasi jawa tahap dua
kini pengaruh budaya islam yang mulai meresap tanpa terasa
dan pada awal abad keenambelas berdirilah kerajaan demak
( 1500 - 1550 M )
ternyata banyak kaidah wayang yang berbenturan dengan ajaran islam
maka raden patah memerintahkan mengubah beberapa aturan wayang
yang segera dilaksanakan oleh para wali secara gotongroyong
wayang beber karya prabangkara (jaman majapahit) segera direka-ulang
dibuat dari kulit kerbau yang ditipiskan
(di wilayah kerajaan demak masa itu,
sapi tidak boleh dipotong
untuk menghormati penganut hindu yang masih banyak
agar tidak terjadi kerusuhan berthema sara . . . )
gambar dibuat menyamping, tangan dipanjangkan,
digapit dengan penguat tanduk kerbau, dan disimping
sunan bonang menyusun struktur dramatika-nya
sunan prawata menambahkan tokoh raksasa dan kera
dan juga menambahkan beberapa skenario cerita
raden patah menambahkan tokoh gajah dan wayang prampogan
sunan kalijaga mengubah sarana pertunjukan yang awalnya dari kayu
kini terdiri dari batang pisang, blencong, kotak wayang, dan gunungan
sunan kudus kebagian tugas men-dalang
'suluk' masih tetap dipertahankan,
dan ditambah dengan greget saut dan adha-adha
pada masa sultan trenggana
bentuk wayang semakin dipermanis lagi
mata, mulut, dan telinga mulai ditatahkan
(tadinya hanya digambarkan di kulit kerbau tipis)
susuhunan ratu tunggal, pengganti sultan trenggana, tidak mau kalah
dia ciptakan model mata liyepan dan thelengan
(joan crawford pun mestinya bayar royalti pada dia, nih !)
selain wayang purwa sang ratu juga memunculkan wayang gedhog
yang hanya digelar di lingkungan dalam keraton saja
sementara untuk konsumsi rakyat jelata
sunan bonang menyusun wayang damarwulan
jaman kerajaan pajang memberikan ciri khas baru
wayang gedhog dan wayang kulit mulai ditatah tiga dimensi
(mulai ada lekukan pada tatahan)
bentuk wayang semakin ditata :
raja dan ratu memakai mahkota/topong
rambut para satria mulai ditata, memakai praba
dan juga mulai ditambahkan celana dan kain
di jaman ini pula lah sunan kudus memperkenalkan wayang golek dari kayu
sedang sunan kalijaga menyusun wayang topeng dari kisah-kisah wayang gedog
dengan demikian wayang gedog pun sudah mulai memasyarakat di luar keraton
di masa mataram islam wayang semakin berkembang
panembahan senapati menambahkan berbagai tokoh burung dan hewan hutan
dan rambut wayang ditatah semakin halus
sultan agung anyakrawati menambahkan unsur gerak pada wayang kulit
pundak, siku, dan pergelangan wayang mulai diberi sendi
posisi tangan berbentuk 'nyempurit'
dengan adanya inovasi ini muncul pula tokoh baru :
cakil, tokoh raksasa bertubuh ramping yang sangat gesit dan cekatan
sultan agung anyakrakusuma, pengganti beliau, ikut menyumbang
bentuk mata semakin diperbanyak
dan pada beberapa tokoh dibuat beberapa wanda (bentuk)
setelah semua selesai dilaksanakan, diciptakan seorang tokoh baru
raksasa berambut merah bertaji seperti kuku
yang akhirnya disebut 'buta prapatan' atau 'buta rambutgeni'
(catatan hms :
mungkinkah ini ada kaitannya
dengan berdirinya voc di tahun 1602 ? )
berbagai inovasi dan reka-ulang wayang masih terus berlangsung
dari jaman mataram islam sampai jaman sekarang
a.l. dengan munculnya ide-ide 'nyeleneh' para dhalang
berbagai peralatan elektronis mulai ikut berperan
dalam tata panggung maupun perangkat gamelan
begitu pula dalam hal tata pakaian yang dikenakan
oleh ki dhalang, pesinden, maupun para juru karawitan
dalam hal skenario-nya pun senantiasa ada pergeseran
sehingga kini sudah semakin sulit dihakimi
mana yang cerita 'pakem' dan mana 'carangan'
(cerita tentang asal-usul semar, misalnya,
ada beberapa versi yang semuanya layak untuk dipelajari )
tapi siapa sih yang bisa disebut 'berwenang menghakimi' ?
walau demikian, garis besar struktur dramatika-nya agaknya relatif tetap
pathet nem, pathet sanga, lalu pathet manyura
relatif standar dan tetap
seperti juga mengenai inti filsafatnya sendiri :
wayang adalah perlambang kehidupan kita sehari-hari

sekian dulu,
semoga bermanfaat bagi kita semua, wayang@ers, di warung ini
monggo, silakan disambi lho
ada yang mau pesan suguhan lain ?
salam,
harmiel m soekardjo
(penjaga warung yang hanya punya keinginan sederhana:
bisa menyuguhkan segala hal pada semua tamunya
namun masih sering tidak berhasil memenuhi ambisinya sendiri )
pertama kali diterbitkan pada tahun 1997
di www.geocities.com/Athens/Delphi/7409/
(lokasi itu dilikuidasi per tanggal 28 oktober 2009)

Kata Pembuka

salam,

dari pengalaman nonton ataupun membaca wayang selama ini
(wayang kulit, golek, maupun pagelaran wayang wong)
akhirnya tanpa sadar sudah terbentuk sebentuk pola di benak saya

yang pertama adalah mengenai 'konsep' wayang itu sendiri :
semua kisah, dan tokoh di dalamnya,
seolah menggambarkan segala hal
yang bisa dan mungkin saya alami sendiri

bahwa dalam beraktifitas sehari-hari
saya mungkin menjadi seorang dursasana
yang manja, yang sulit mengendalikan diri dari nafsu,
yang berpenampilan sangar namun berhati pengecut.

namun kadang saya bisa juga menjadi seorang parta,
yang mampu mematikan segala nafsu dan keinginan
atau bisa pula, dalam keadaan lain,
menjadi bima yang hanya mau bertindak lurus
sesuai penugasan atau tuntutan keadaan'

atau malah jadi sukasrana,
yang mau memberikan apa saja
sekedar untuk mendapat perhatian sang kakak.

dalam konteks ini, di benak saya,
cerita wayang dan semua tokoh-tokohnya
adalah diri saya sendiri
jadi mungkin saja seorang dewa serong,
karena dia adalah saya sendiri,
yang pada situasi yang sangat spesifik
bisa saja tergiur oleh
iming-iming kekuasaan, keindahan, ataupun kemudahan
yang memang senantiasa ada di sekitar kita

pemahaman berikutnya adalah tentang konsep 'jaman',
yang, bagi saya, me-relasi-kan antara
'kisah' (lakon) dan 'titi mangsa' (saat,waktu yang tepat)
(bagai 'time-motion study' versi 'kehidupan nyata' :-) )

saat ini saya belum bisa menyusun
rumusan soal 'pemahaman' yang kedua ini
namun hanya bisa menunjukkan,
seperti batara endra, misalnya,
yang digambarkan sebagai dewa paling tangguh
namun pernah dipecundangi oleh boma,
raksasa yang menyerbu kahyangan,

dia yang memilih tetap duduk di kaendran,
tak hendak memimpin pasukan dewa
sehingga para dewa kalah.
dia lebih memilih menyerahkan seorang bidadari pada lawan
agar tidak usah berperang melawan si boma

hal itu kembali terjadi
pada saat indrajit (megananda) menyerbu kahyangan
hingga sang endra terpaksa memberikan seorang bidadari
sebagai tanda 'panungkul'
(pengertian 'bidadari' di sini
bisa saja berbentuk kekuasaan, keindahan, atau kemudahan
jadi para feminist wayang@ers tak perlu gemas duluan . . . :-):- ) )

namun sang endra) mulai bersikap lain
saat kahyangan diserbu niwatakawaca
(dalam lakon 'gancaran mintaraga')
dengan meminta bantuan arjuna,
untuk melawan niwatakawaca
dan dia berhasil
menang.

dalam konteks ini,
tokoh yang sama, bisa bertindak lain pada sikon yang lain,
dan hasilnya sama:
yaitu ketenteraman dunia yang mencakup triloka
(kaendran, kamanungsan, kajiman/ka-raseksan)

kuncinya adalah pada
pemilihan saat yang tepat untuk bertindak apa
pada saat kita berperan sebagai apa
sebagai batara endra, dewa yang mewakili kekuatan akal dan batin,
atau sebagai raksasa, yang mewakili kekuatan fisik,
atau sebagai arjuna, manusia, yang mewakili kekuatan pikir.

semua tokoh itu ada di dalam diri kita
semua cerita itu bisa kita alami sendiri setiap saat

itulah 'wayang'
yang ada di benak saya.

nuwun,

harmiel m soekardjo
(dipindahkan dari www.geocities.com/Athens/Delphi/7409/ 
yang sudah dilikuidasi per tanggal 28 oktober 2009)